Asal Mula Nama Jembatan Ampera
Jembatan
Ampera memiliki arti penting dalam sejarah perjuangan masyarakyat Sumatera Selatan
pada pemerintahan Jepang. Perlawanan yang diberikan terhadap penjajah, sehingga
memberikan inspirasi bagi pemerintah pusat untuk membangun Jembatan Ampera dan
yang dapat menghubungkan ilir dan ulu, dan sesuai dengan kebutuhan masyarakat
Kota Palembang di masa itu. Maka pada tahun 1962 Presiden pertama Republik
Indonesia (RI) Ir Soekarno membuat sejarah, dengan meletakkan batu pertama
memulai pembangunan Jembatan Ampera. Bung Karno mengalokasikan dana pemerintah
hasil pampasan perang masa pemerintahan Jepang, untuk pembangunan jembatan ini
hingga selesai pada tahun 1965. Masyarakat pun saat itu, langsung menobatkan
nama jembatan tersebut dengan nama Jembatan Bung Karno. Masyarakat Palembang
menilai pemberian nama itu sangat relevan, karena yang membangun dan memiliki
interes yang cukup tinggi terhadap jembatan ini adalah Bung Karno.
Namun, ketika terjadi pergolakan politik pada tahun 1965 dan
seiring dengan perjalanan bangsa ini, masyarakat bersama pemerintah mengganti
nama jembatan tersebut dengan nama Ampera (Amanat Penderitaan Rakyat). Hingga
sekarang, jembatan yang berada di atas Sungai Musi dengan segala keindahannya
terutama pada malam hari itu, tetap memiliki nama Jembatan Ampera. Ini
merupakan penghargaan atas perjuangan rakyat hingga dapat membebaskan negeri
ini dari belenggu penjajahan. Untuk masyarakat Sumsel, khususnya warga Kota
Palembang, Jembatan Ampera adalah hidup dan kehidupan mereka. Karena dengan adanya
jembatan ini, maka akan lebih mempermudah akselerasi transportasi darat dari
daerah Hulu Sungai ke Daerah Hilir Sungai Kota Palembang.
Bahkan, begitu penting lagi bagi masyarakat Indonesia hingga kini,
sebagai jalur transportasi darat untuk mengangkut kebutuhan pokok masyarakat
dari Pulau Jawa ke Provinsi Jambi, Riau, Sumatera Barat, Sumatera Utara, Aceh,
dengan menggunakan Jalur Lintas Timur Sumatera. Tanpa ada jembatan Ampera,
jalur transportasi itu akan terputus. Beberapa tahun kemudian, dibangun lagi
satu jembatan di atas Sungai Musi di bagian barat yang disebut sebagai Jembatan
Musi II. Jembatan itu dibangun pada masa Presiden Soeharto. Pada tahun 2002,
muncul wacana untuk mengembalikan nama Bung Karno untuk nama Jembatan tersebut.
Hal ini menimbulkan pro dan kontra di masyarakat Palembang saat itu. Ide perubahan nama itu
ditafsirkan oleh sebagian masyarakat sebagai suatu yang berbau politis, karena
saat itu Megawati Soekarnoputri menjabat sebagai presiden.
Apalagi, asal mula dari ide merubah nama itu dianggap bukan dari
masyarakat tetapi dari sekelompok orang yang mengajukan ke DPRD Sumsel. Setelah
melalui perdebatan panjang akhirnya, DPRD Sumsel yang sempat ikut menengahkan
wacana itu, menolak penggantian nama tersebut
Tidak ada komentar:
Posting Komentar