Senin, 16 November 2015

Tari tanggai

Tari tanggai


Tari Tanggai.
Tari tanggai adalah sebuah tarian yang disajikan untuk menyambut tamu yang telah memenuhi undangan. Tari tanggai biasanya dipertontonkan dalam acara pernikahan adat daerah Palembang. Tari tanggai menggambarkan keramahan, dan rasa hormat masyarakat Palembang atas kehadiran sang tamu dan dalam tari ini tersirat sebuah makna ucapan selamat datang dari orang yang mempunyai acara kepada para tamu.


Sejarah

Pada zaman dahulu, tari tanggai dipersembahkan terhadap dewa siwa dengan membawa sesajian yang berisi buah dan beraneka ragam bunga, karena tari tanggai pada masa ini tari tanggai merupakan tari yang di sakralkan atau di sucikan karena fungsinya sebagai pengantar persembahan terhadap dewa-dewa dalam kepercayaan Buddha dan tidak boleh ditarikan sembarangan.Tari Tanggai yang ada di Palembang memiliki banyak kesamaan dengan tarian yang ada di China. Ini disebabkan karena pada zaman dahulu di Sumatra Selatan ada sebuah kerajaan yang dibangunan oleh generasi Raja Syailendra yang memeluk agama Buddha. Secara tidak langsung, tarian Tanggai ini pun diajarkan karena tari ini berfungsi sebagai tari pemujaan dan persembahan dalam kepercayaan agama Buddha.
Pada zaman penjajahan Belanda, Pemerintah Belanda tidak memperbolehkan perempuan untuk menari, sehingga hanya laki-laki yang boleh menari dan pada kemudian hari mereka tertarik dengan tanggai, maka pada tahun 1920 mereka menggunakan tanggai dan sekapur sirih (sirih, pinang, kapur, gambir dan tembakau yang di jadikan satu, yang disusun dalam sebuah tepak sirih) yang berfungsi sebagai tari sambut yang dinamakan Tari Tepak atau Tari tanggai.
Pada zaman penjajahan Jepang, tari ini tidak boleh ditampilkan, maka penjajah Jepang memita Sukainah Rozak selaku Putri karesidenan Palembang untuk menciptakan garakan Tari Gending Sriwijaya.Sedangan syair lagu dari Tari Gending Sriwijaya diciptakan oleh Nung Cik AR, dan musik Tari Gending Sriwijaya di ciptakan oleh Dahlan Mahibat.
Pada tahun 1965 terjadi pemberontakan PKI dan pencipta syair tersebut, yakni Nung Cik AR disinyalir merupakan anggota PKI sehingga ia ditangkap dan Tari Gending Sriwijaya pada saat itu tidak boleh ditampilkan.Namun, dikarenakan banyaknya Tamu Kehormatan Negara dan Pejabat Negara yang datang ke Palembang dan tidak adanya tarian yang biasa digunakan untuk menyambut tamu-tamu yang datang, maka ibu Elly Rudi dan ibu Anna Kumari mengangkat kembali dan menyusun gerakan-gerakan tarian yang sebelumnya digunakan sebagai penghormatan terhadap tamu yang datang ke Palembang, yakni Tari Tanggai

Tidak ada komentar:

Posting Komentar